Sabtu, 11 Juli 2009

Hilangnya Rapa nui

artikan hidupmu
http://www.sacred-destinations.com/easter-island/easter-island-pictures/ahu-tongariki-moai-cc-vtveen.jpg
Easter Island terkenal akan keberadaan patung-patung besar yang merupakan sisa-sisa dari kejayaan kebudayaan di masa lalu. Dari manakah asal usul mereka? Mengapa mereka punah? Mari kita simak.

Rapa nui merupakan nama sebuah pulau terisolir di laut pasifik, termasuk bagian dari negara Chili. Nama lain dari pulau berukuran 166 km2 adalah Easter island karena ditemukan oleh pelaut Belanda bernama Jacob Roggeveen pada minggu paskah tahun 1722.

Rapa Nui dikenal karena memiliki budaya megalitikum moai, patung besar yang membentuk wajah manusia. Moai dipasang pada kerangka batu yang disebut ahu. Bangunan ini ditetapkan sebagai salah satu daftar warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 1994. Membuat patung dengan rata – rata tinggi 4 meter, volume 5,96 m3 dan berat 12,5 ton, tentu bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini menunjukkan bahwa pada zaman pembuatannya telah berkembang suatu budaya tingkat tinggi.

Moai dibuat sebagai simbol bagi leluhur dan orang – orang penting dalam sejarah Rapa nui. Bahan pembuatannya berasal dari material volkanik dari tambang di sekitar Rano raraku dan kompleks mounga terevaka. Setelah selesai dibuat di kuari, moai diangkut ke dataran rendah dengan menggunakan roda batang pohon palm dan diikat dengan tali dari pohon pisang.

Penduduk awal Rapa nui berasal dari polinesia. Mereka menempati pulau tersebut sejak 300 AD dan mendarat di pantai Anakena, sisi timur pulau. Pada awal kedatangan mereka, terdapat sekitar 16 juta batang pohon palm, mengcover 70% daratan yang ada.
Kondisi yang sangat jauh berbeda dengan kondisi Rapa nui sekarang yang didominasi oleh padang rumput.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, penduduk awal Rapa nui bercocok tanam di hutan. Pola agroforestry ini bertahan selama 600 tahun. Kemudian, seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan makin banyaknya pembuatan moai, mereka mulai membuka hutan palm menjadi lahan pertanian.

Agroforestry oleh penduduk Rapa nui dilakukan dengan bercocok tanam di sela-sela pohon palm. Pola ini melindungi tanaman pertanian dari tranpirasi dan erosi. Saat terjadi deforestasi untuk memperluas lahan pertanian, tanaman kehilangan pelindung alaminya.

Hancurnya budaya moai diawali oleh proses erosi yang menutupi lahan pertanian dan menyebabkan berkurangnya produksi pangan. Akibatnya, lebih dari separuh populasi hilang. Kondisi ini diperparah oleh perbudakan yang dilakukan oleh Jean-Baptiste Dutrou-Bornier (Prancis). Dia memindahkan ratusan tenaga produktif dari Rapa nui ke Tahiti dan hanya menyisakan orang – orang tua di pulau kecil tersebut.

Rapa nui merupakan contoh nyata hilangnya sebuah kebudayaan akibat kesalahan mengelola alam. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih arif dan bersahabat dengan lingkungan.

Kredit foto: http://www.sacred-destinations.com/easter-island/easter-island-pictures

Tidak ada komentar:

Posting Komentar